BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Monday, June 24, 2013

Tujuh Hari

Waktu menunjukkan pukul lima pagi, Caroline tiba-tiba terbangun dari tidurnya yang lelap semalam.
Nafasnya terdengar sedikit berat, matanya terbuka kaget seperti melihat hantu di pagi buta.
Setitik air mata berhias di pucuk mata kanannya, bibirnya spontan berkata, "Tidak..".
Entah, apakah mimpi itu sebegitu buruk baginya, atau mungkin bukan sebuah keburukan namun sebuah kekhawatiran?
Caroline kembali memejamkan matanya seraya membalikkan arah tubuhnya ke samping dan memeluk erat boneka beruang kesayangannya.

Pukul sepuluh pagi, hangat sinar matahari mulai memasuki ruang tidurnya, ia bergegas bangun membasuh wajahnya lalu membersihkan dirinya.
Ya hari itu hari Minggu, ia dapat sedikit bersantai di tengah waktu ujian.
Selesai ia membasuh diri, ia lalu turun dan menghampiri sang Bunda yang sedang sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk siang nanti.
"Sudah bangun? Tumben, biasanya kalau libur bangunnya siang gara-gara semalaman bergadang menonton film." tanya sang Bunda sambil tersenyum.
"Sudah dong.. hehehe..." jawab Caroline.
Melihat Bundanya sibuk memasak Caroline pergi meninggalkan dapur agar tidak mengganggu, ia menuju ruang makan dan mengambil sebuah apel merah segar yang baru saja dikeluarkan dari lemari pendingin.
Caroline menggigit apel itu sedikit demi sedikit, ia duduk di ruang santai dimana adiknya yang gendut sedang bermain dengan mainan baloknya.
"Mau dong!" pinta adiknya ke Caroline.
"Ambil sendiri lah..." ungkap Caroline.
"Ah, jauh..." jawab adiknya.
"Bilang saja malas. Dasar gendut!" ungkap Caroline sembari memberi adiknya apel itu.

Pukul sebelas pagi, ia mulai memegang telepon genggamnya, membuka dan mengecek notifikasi yang memenuhi layar telepon selularnya itu.
Ah, tidak ada yang menarik.
Caroline membuka pesan singkat, lalu mengirimkan pesan kepada Harry.
"Selamat pagi" pesan yang dituliskan oleh Caroline. Tak lupa juga memasukkan sedikit kecupan pagi dari dirinya.
Tak perlu berharap untuk segera dibalas olehnya, Caroline sudah hafal betul kapan Harry akan terbangun dan membalas pesan singkat itu.
Caroline mengangkat kepalanya dan tanpa disadari matanya menatap kalendar yang menggantung di tembok dekat dengan tirai jendela.
"Sekarang, sudah Minggu ya..." ungkapnya lirih.
Ia mulai sibuk mengitung jumlah hari yang tersisa untuk menyeberang ke bulan selanjutnya.
"Satu... Dua.. Tiga... dan tujuh? Tujuh hari lagi."
"Hanya satu minggu lagi berarti.... Dan Harry... Hmmm..." ucapnya dalam hati.
Caroline berdiri dan berlari naik menuju atas.
"Mau kemana???" tanya adiknya yang kaget karena tiba-tiba Caroline berlari terburu-buru.
"Kamar." jawab Caroline dengan keras namun lembut.
Caroline mulai terlihat seperti orang yang tidak wajar, ia bergumam sendiri dengan dirinya.
Ia mencoba menenangkan diri.
"Tunggu, berarti..." ia mulai meracau tidak jelas.
"Tidak.. Kenapa cepat sekali? Dan.. Dan.. Nanti... Dia! Dua bulan!? Arrgh!"
Caroline terduduk di atas kasurnya yang penuh dengan boneka itu menenangkan diri.
"Tenang! Hanya dua bulan!"
"Hanya... hahaha... Tapi ini tidak lucu! Mengapa begitu cepat?"
Pikiran Caroline mulai berterbangan entah kemana, semua kembali membawa hal yang berbeda-beda.
Ia kala itu hanya dapat terdiam dan sesekali tersenyum sendiri sembari menatap foto pada layar telepon selularnya.

----

Pukul satu lebih dua puluh tujuh menit pagi, dimana tersisa enam hari lagi, Caroline menelepon seseorang.
Siapa lagi jika bukan dia yang dikirimkannya pesan singkat itu.
Berbincang-bincang dan sesekali bercanda, dan tertawa.
Caroline mulai bertanya, "Kamu sudah siap-siap?"
"Belum... Hehehehe.. Weee!" pertanyaan Caroline dijawab dengan sedikit keisengan.
Caroline hanya membalasnya dengan tertawa.
Bibir Caroline mulai bergerak kembali, kali ini ia hanya berkata, "Cepat sekali ya. Sangat cepat."
"Rindu ya?" Caroline berbalik ditanya, namun ia hanya menganggukkan kepala dan menjawab lirih.
Keheningan mulai menyelimuti perbincangan mereka.
Caroline hanya terdiam dan tersenyum manis kala itu, meski sesekali ia menahan bibirnya yang selalu ingin melengkuk ke bawah.
Caroline mendapatkan sebuah pesan dari dia, dan Caroline tak bisa menjawab maupun berjanji untuk terus bisa mengatasi hal-hal itu. Sesekali ia pasti menyentuh titik puncak dari rasa tersebut. Namun Caroline bisa berjanji dengan kesetiaannya.
"Sudah, ayo tidur.." ungkap Caroline dengan suaranya yang gemetar.
Kata-kata romansa dari Caroline maupun dia keluar menutup perbincangan mereka malam itu.
Setidaknya Caroline merasa senang ia masih bisa menutup hari dengan tersenyum, meski dihiasi dengan sedikit titik hujan pada pipinya.

-----

Caroline tidak berharap banyak, ia hanya berharap dan selalu mendoakan yang terbaik.
Caroline berharap sang dia baik-baik saja dapat segera menyelesaikannya dan kembali pulang.
Caroline berharap rasa rindu dari sang dia selalu tulus untuk Caroline.
Caroline juga hanya berharap kesetiaan sang dia sama besarnya dengan miliknya.
Selalu menjaganya untuk ia, Caroline.



Jagalah dirimu selalu, tetaplah pada tujuanmu,
tuntaskanlah agar penuhi janjimu.
Janganlah kelak engkau berganti jiwa seiring waktu,
tetaplah pada setiamu.
Untuk ia yang selalu kurindu,
disini ku duduk menantimu kembali, untuk mendampingimu
hingga kau membawa gelar dalam senyummu,
dan melanjutkan lembaran baru hidupmu.

Saturday, June 1, 2013

Totally Missing You

I don't know what exactly, why?
Why right now I feel so miss you.
If you know, my heart is beating so fast.
The all previous days that I spent with you still not enough.
Like that days were my last chance to life and be with you, before I fly to God's hand.

Especially yesterday, last night, I was chilled.
You touch my cold nose.
You enveloped me with that softy grey blanket and the warmed me with your hug.
You stared at me, smiled, and kiss me.
How I love your affection. I feel so tranquil, don't wanna end this all.
I don't wanna you leave me and lose you. Totally.

Yes, it's never enough for me to be with you.
Yes, it's also make me worry and always afraid.
Afraid if the bad dreams will happen,
I can't be with you,
die in coldness of your frigidity cause something and someone.

Diam

Tatapan matanya penuh dengan binar cinta,
namun sebenarnya menyelimuti rasa resah dan sedihnya.
Begitu tajam menusuk memandang dengan kesenduannya.
"Mengapa kau terdiam?" tanya sang hati dengan penuh keheranan.
"Jangan, janganlah........" tiba-tiba terhenti, namun sang hati sudah tau apa yang akan diucapnya.

Pulang. Ketika kau pulang.
Bermain-main sehingga ia luka, lagi, meski diam-diam ia tetap mengerti.
Diam-diam ia sungguh mengerti, akan selalu mengerti.
Tak mau. Ia tak mau lagi.
Ia diam, diam dalam rasa duka, meski ia tertawa.

Tertahan, semua hanya tertahan dan ingin ditahan karena sudah cukup lelah untuk bercerita.
Diam. Ia hanya diam membisu.
Sesekali wajah manisnya melontarkan senyum menawan bak mawar yang merekah.
Menghibur diri, hanya untuk menenangkan dirinya.

Maafkan ia sayangku, bukan bermaksud tuk tak berbagi.
Maafkan ia yang sekarang hanya akan diam dan berkata dengan senyumnya.

Ya, ia begitu menyayangi dan mencintaimu, dengan lebih.
Selalu, meski ia diam.