BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Saturday, August 24, 2013

Waktu

Pagi, sayangku.
Sayangku, bagaimana kabarmu? Masihkah terlelap? Atau sudahkah kau terbangun dari tidurmu?
Bagaimana tidurmu? Lelap. :)
Sudah belakangan ini ku tak bisa tertidur nyenyak, seperti ada yang terus mengganggu diri.
Selamat pagi sayang. Aku tak dapat melihat sapaanmu di pagi ini.
Mentari masih bersembunyi.

Waktu berdetak.

Siang, kasihku.
Sayangku, bagaimana kabarmu? Sedang apakah dirimu? Berada dimanakah dirimu? Sudahkah kau menyantap hidangan siangmu?
Selamat siang sayang. Aku baik-baik saja, hanya aku semakin merindukanmu.
Ku tatap layar ponsel. Tak kunjung memunculkan apa yang kuharapkan.
Ku tekan tombol hijau itu, hanya nada dering dan mesin yang menyahut. Tak terangkat.
Diriku tersenyum, menanti, sembari mencoba menenggelamkan diri dalam mimpi.

Waktu terus berdetak, semakin lambat, semakin larut.

Malam, cintaku.
Sayangku, bagaimana kabarmu? Belumkah kau pulang? Apakah masih berkerja dirimu selarut ini? Sudahkah kau menyantap hidangan malam yang menggoda itu?
Selamat malam sayang. Aku masih menanti dirimu, mungkinkah kau sudah terlelap dahulu.
Rindunya semakin menusuk, tak ada sepatah kata.
Aku terbayang dirimu, wajahmu, menemaniku dimana ku berbaring.
Ku menanti dan mencari.
Dengan tubuhku yang sedari pagi hanya terbujur di atas kasur ini sembari menanti dering nada.

Maaf sayangku, jika aku terisak kembali saat menuliskan ini, aku hanya sedikit lelah. Bukan lelah menanti.
Maaf sayangku, jika aku membisu dan hanya tersenyum sambil menitik air mata.
Ku berimaji kembali diiringi rekaman nyanyian dirimu.
Maaf sayangku, aku begitu merindukan dirimu, seperti bulan, mentari, dan bintang yang ku ceritakan padamu.

Tuesday, August 20, 2013

Hai

Hai sayang, sedang apa kau disana?
Pasti kau cukup lelah, sedari pagi kau sudah berkerja.
Pulang cukup larut malam, belum lagi jika harus masih berkumpul membicarakan agenda.
Tak mengapa, kau orang yang istimewa, kau pasti bisa.
Tenang ku akan selalu disisi menanti.

Hai sayangku, lihatlah bulan malam ini.
Begitu indah bukan?
Bulan penuh, bercahaya lembut hangat, berpadu dengan angin dingin malam ini.
Begitu manis, seperti dirimu.

Hai sayangku, aku disini, kemarilah!
Duduklah sejenak disampingku,
menikmati malam syahdu.
Jika kau lelah, sandarkan dirimu dipangkuanku, lalu kita akan bercerita hingga kau terlelap.
Tidurlah, lepas penatmu bersamaku.

Perlahan,kau mulai tertidur.
Ku tersenyum memandang wajah lugumu yang manis.
Membelai pipi dan rambutmu yang membuatku iri akan lebatnya.
Ku kecup keningmu dan mengucap salam,"Selamat tidur, aku mencintaimu."
Ku dekap dirimu dan kuyanyikan lagu cintaku sebagai penghantarmu ke dalam mimpi.

Tertidur dan Terbangun

Aku berjalan bersamamu, menyusuri gelapnya malam, hanya sang rembulan yang berkawankan bintang menerangi gelapnya malam.

Ku tak tau arah dan akhir dari jalan ini,
yang ada aku merasa aman dan yakin.
Dekap hangat, senyum manis, suara memanja itu yang kusuka.
Tak henti-hentinya diriku memandangmu,
engkau sayangku.

Berjalan dan terus berjalan,
ku terbangun,
kusadari ternyata ku hanya bersama bayang semu yang begitu kurindu untuk segera kembali.
Sedari tadi aku tertidur,
dalam hangat kasihmu dan kecup bibir manismu.

Dan akupun terbangun,
terbangun dan terdiam terpaku.
Membisu tak berkata pada apa yang kusaksikan, diperbuat mentari.
Aku memilih menyimpan dan terpejam kembali.

Sunday, August 18, 2013

Dansa

Ia duduk di bingkai jendela, mencari sejuknya angin.
Sepoi-sepoi bertiup lembut.
Rambut cokelat merahnya dikucir tinggi menampakkan lekukan tengkuknya yang ramping.

Sambil menghela nafas, ia memandang pada telepon genggamnya.
"Hmm.. Belum juga. Tak ada. Sedang apa ya? Sudah makankah ia?" gumamnya.
Ia mengirim pesan singkat, lalu dicobanya menelepon sekitar tiga kali.
"Tak ada jawaban..."
Sekali lagi ia menghela nafas, cukup panjang kali ini.

Ditatapnya telepon genggam putih itu, hingga tanpa disadari temannya telah memanggilnya berulang kali untuk kembali masuk.
"Yaa.." teriaknya setelah tersadar sambil menyeka keringatnya yang berpeluh-peluh di dahi dan pipi.
"Heh! Mukamu merah? Kenapa?" tanya sahabatnya sambil duduk di sampingnya.
"Oh, ga, panas..." elaknya sambil menyeka ulang pipi dan matanya yang semakin memerah.
Namun dalam hatinya ia bercerita.
Seketika ponselnya bergetar dan berdering, foto dan nama yang tak asing lagi yang memanggil.
Ia terpaku sejenak, lalu tersenyum.
Sahabatnya ikut tersenyum sambil menggoda,"Hubby memanggil tuh, diangkat dong, malah diem diliatin aja... hehehe.."
"Ih..." sambil tersipu merah seperti tomat ia mengangkatnya dengan lembut.
"Halo..." ucapnya dengan manis, terdengar dari seberang suara hangat menenangkannya.



"Tak mengapa.
Aku rindu berdansa denganmu, sayangku.
Ku terus ingin berdansa dan hanya kaulah pasanganku.
Kelak jika sudah sedikit lelah, kita beristirahat di tempat kesukaan kita, kau membaca aku bersandar dibawah rindang pohon bersama tangan-tangan kecil penerus, dalam harmoni kesederhanaan memaknai cinta. Menjaga ritme hingga kelak kita menua bersama.
Aku mencintaimu dengan sederhana."

Malam

Malam menghampiri, tahukah, semalam, nanti, esok malam.

Sudah terlelap penat dalam buaian angin sang malam, sayangku.
Diri masih terus terjaga memastikan kau terlelap, sesekali ku mendesir menenangkan kau yang mengigau, seakan berkata,"tenang aku disisimu."

Sudah terbang melayang ke alam mimpi, sayangku.
Diri masih terus asyik bercerita sendiri tentang harinya sebagai dongeng untukmu, terlelaplah bersama bintang.

Sudah berkukur menyanyikan lagu malam tanda begitu lelah, sayangku.
Diri bersenandung mengucap nama, harapan, dan salam dengan manis membalas nyanyianmu.

Sudah terpejam lelap oleh hangat bulan, sayangku.
Diri memeluk erat hangat tubuhmu, meski dalam imaji, takkan dilepasnya.
Diri terpejam, matanya terpejam manis, meski sesekali terbasahi oleh suara titik rindu.

Tidur, tidurlah, sayangku sebelum mentari hadir dan kau akan bekerja, ingin terlihat semburat manis kata sayang senyum kecupmu menyambut.
Tidur, tidurlah, sayangku.
Diri akan menutup dengan senyum dan kata,"Aku mencintaimu."

Pantonim

Duduk, ditemani secangkir teh hangat dalam genggaman.
Menanti hadirnya hidangan yang begitu sedap wanginya, tak sabar ku ingin segera menyantapnya.
Tiba-tiba dari kejauhan datang seseorang lelaki, berpakaian rapi, mengenakan dasi kupu merah, berkemeja hijau, rompi silver dan celana kain hitam.
Mukanya putih dipoles oleh campuran kapur dan air, kepalanya berhiaskan topi kupluk berwarna merah hijau kuning.
Bertanya diriku, apa yang akan ia lakukan?


Oh, dia sedang seorang badut pantonim.
Ia memperkenalkan pantonim.
Ia berbicara begitu lantang bersemangat, sendirian.
Seperti berpidato dalam upacara kemerdekaan,
ia menggebu-gebu mengenalkan kepada semua orang apa itu pantonim.
Mataku mulai tertuju kepadanya.
Ku memperhatikan dan menyaksikannya.
Lucu, sungguh.
Aku cukup menikmati sajian penampilannya.
Aku tersenyum.

Setelah ia selesai pertunjukan, diriku sempat bertanya.
Mengapa muka harus dipoles putih?
Agar semua mata yang melihat dapat membaca jelas ekspresi yang diutarakannya, baik dari jarak dekat maupun jauh, jawabnya.
Dan ia menutup sedikit atraksinya dengan kata yang cukup bagus.

"Tanpa berbicara kita juga bisa mengutarakan dan mengekspresikan apa yang sedang kita rasakan melalui gerak, efek suara, dan ekspresi wajah terutama mata. Tanpa disadari dan mereka sadari orang-orang di sekeliling kita telah melakukannya, hanya tinggal dari diri kita sendiri saja. Mampu dan mau peduli atau tidak. Dan yang terpenting adalah, jangan pernah berbohong, selalu jujur terhadap diri."

Kata-kata yang sedikit menyentilku kala itu.

Akhirnya kudapan malamku telah datang, aku mulai melahapnya sedikit demi sedikit sambil berpikir.
Ya, sepertinya aku juga sedang menjadi seorang badut pantonim, melakukan hal yang sama dengan  pria itu.
Namun alasanku satu, karena tak ingin menambah beban pikirannya, tak ingin ku mengeluh.
Jadi kupilih untuk menutupinya dengan topeng pantonimku.
Aku berpantonim, namun berpantonim dari tulisan, suara, dan nada.

Tuesday, August 13, 2013

Lagu Cinta: Aku Mencintaimu Juga

Aku tersenyum, terpaku dalam dekap malam.
Ya tak kupungkiri aku begitu menyukai apa yang kau ungkapkan, tertulis dalam media elektronik, sebuah pernyataan nyanyian hati.
Tak cukup sekali aku membacanya.
Hingga saat ini, telah berpuluh kali terhitung ku membukanya kembali dan membacanya.

Terlena, ya aku terlena dalam tiap lirik kata ungkapanmu.
Tak kusangka kau akan mengungkapkannya, menuliskannya, menjadi suatu lagu cinta.
Begitu manis dan lucu.

Sayangku, selalu senandungkan lagu itu untukku dengan tulus manis dan lembut berarti.
Kan selalu kusenandungkan laguku untukmu.
Dan kita dapat bersama dalam harmoni.

Aku mencintaimu juga, sayangku.

Sunday, August 11, 2013

Terlelap

Telah kupejamkan mata, memeluk dirimu dalam imaji, namun aku belum terlelap.
Seperti biasa, kembali, terdengar jelas di telingaku.
Suara hembusan nafasmu yang dalam dan hangat.
Sekali, dua kali dengkuran terdengar jelas, tanda dirimu sudah terlelap.
Begitu cepat kau terlelap. Bagaimana tidak, kau cukup lelah setelah seharian berkegiatan dengan giat dan padat.
Dengkuran itu juga menandakan kau begitu lelah, karena biasanya kau terlelap tanpa dengkuran seperti itu.
Akupun hanya tersenyum, namun sesekali akupun tertawa lirih mendengarnya.
Entahlah, aku begitu menyukai ketika mengetahui kau terlelap dengan nyaman ketika ku berceloteh.

Rindu memang, bercerita denganmu di malam hari seperti biasanya.
Namun saat ini ku tahu kau harus banyak beristirahat.
Pagi betul kau sudah terbangun, mengucap salam padaku, saling bercengkrama melalui pesan singkat hingga menjelang siang hari sebelum kau menghilang secara tiba-tiba seperti angin sejuk yang bertiup lembut di pipiku.
Malam, begitu larut malam kau kembali, lelah sudah sayangku ini.
Ya, kau sudah begitu lelah, hingga ku tak tega untuk sekedar memanja padamu, walau sebenarnya ku begitu ingin.
Tapi kesehatanmulah yang utama.
Ku tak ingin kau kembali jatuh sakit, kau berada jauh di tanah orang, ku tak dapat menjangkaunya.
Dan itulah yang paling membuatku risau.

Sesekali kau mengigau, seperti anak kecil yang mengeluh, hingga kau memanggil namaku lalu kau terbangun kaget.
Kutenangkan dirimu dengan desisan lembut dari bibirku.
Dan kau kembali tertidur mendekapku.

Begitu manis kau tertidur.
Meski terlelap, terbang terbawa mimpi, kau tetap memeluk erat tubuhku untuk menjagaku dalam hangat ragamu.

Sunday, August 4, 2013

Sayangku: Lagu Kemayuku

Pagi indah melambai lembayung merdu.
Langkahku pagi itu diiringi suara burung gereja yang berkicau.
Ternyata ia yang disana, kekasih, telah terjaga dan disambut hangat oleh bisikkan ilalang yang mendayu.
Dalam mereka ia menyimpan dan menyampaikan rindu.
Dalam angin ilalang meneruskan pesan indah rindu.
Disini aku tersenyum dan mencumbu pesan rindu.
Meski terkadang ia menggoda sehingga ku cemburu, tak mengapa, ku tak meragu.
Nyanyian malam yang selalu kusenandungkan merayu
Mengucapkan kataku yang membisu kepadamu.
Kasih dan setia yang membeku padamu, Sayangku.
Dalam lagu, kusenandungkan dengan kemayu.